1. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia
Prinsip pengakuan
dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, merupakan bagian dari prinsip perlindungan
hukum. Istilah hak asasi manusia di
Indonesia, sering disejajarkan dengan istilah hak- hak kodrat, hak-hak dasar
manusia. natural rights, human rights, fundamental rights, gronrechten,
mensenrechten, rechten van den mens dan fundamental rechten Menurut
Philipus M Hadjon, di dalam hak (rights), terkandung adanya suatu
tuntutan (claim). Pengertian hak asasi manusia berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Perkembangan
konsep hak asasi manusia ditelusuri secara historis berawal dari dunia Barat
dimulai dari abad XVII sampai dengan abad XX. Pada abad XVII, hak asasi manusia
berasal dari hak kodrat (natural rights) yang mengalir dari hukum kodrat
(natural law). Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan politik
(political freedom) dan hak untuk ada (rights to be). Hal ini
dipengaruhi keadaan masa sebelumnya dalam kehidupan bernegara yang absolut. Pada abad XVIII, hak kodrat
dirasionalkan melalui konsep kontrak sosial dan mebuat hak tersebut menjadi
sekular, rational, universal, individual demokratik dan radikal. Dua hak yang
sangat ditonjolkan adalah kebebasan sipil (civil libertis) dan hak untuk
memiliki (rights to have). Pada abad XIX masuk pemikiran sosialisme yang
lebih memberikan penekanan pada masyarakat (society). Pada masa ini
lahir fungsi sosial dan hak-hak individu.
Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah hak untuk berpartisipasi (participation
rights) dan hak untuk berbuat (rights to do). Pada abad XX ditandai
dengan usaha untuk mengkonversikan hak-hak individu yang sifatnya kodrat
menjadi hak-hak hukum (form natural human rights into positive legal rights).
Saat itu lahirlah The Universal Declaration of Human Rights. Hak yang
meonjol pada abad ini adalah hak-hak sosial ekonomi (sosial economic rights)
dan hak untuk mendapatkan sesuatu (rights to receive).
Pemikiran konsep hak asasi manusia,
secara umum menurut Philipus M Hadjon, dibedakan dalam tiga kelompok,
berdasarkan ide/ gagasan yaitu political and ideological thought yaitu
Barat, sosialis dan dunia ketiga. Yang dikelompokkan dalam pemikiran barat
meliputi Eropa Barat, amerika Serikat, Kanada, Aistralia, New Zealan, sebagian
Amerika Latin yang dipengaruhi pemikiran Barat, dan Jepang (dari segi ekonomi). Kelompok sosialis meliputi negara sosialis di
Eropa timur, Kuba, Yugoslavia. Selain itu ada kelompok dunia ketiga yang tidak
mempunyai kesatuan ideologi, misalnya India dan Indonesia.
Berkaitan dengan konsepsi hak asasi
manusia di Barat disebutkan oleh Philipus M Hadjon, bahwa hak asasi manusia
bersumber pada hak-hak kodrat (natural rights/ jus naturalis) yang
mengalir dari hukum kodrat dan telah mengalami proses perkembangan yang panjang
sejak abad XVII hingga abad XX. Konsep
hak asasi manusia pada abad XX merupakan sintesis dari tesis abad XVIII dan
antitesis abad XIX. Tesis abad XVIII : hak asasi manusia tidaklah ditasbihkan
secara ilahi (divinely ordained) juga tidak dipahami secara ilahi (divinely
conceived); hak-hak itu adalah pemberian Allah sebagai konsekuensi dari
manusia adalah ciptaan Allah. Hak-hak itu sifatnya kodrati (natural)
Antitesis abad XIX : pertama masuknya
dukungan etik dan utilitarian, kedua pengaruh sosialisme yang lebih
mengutamakan masyarakat atau kelompok daripada individu, bahwa keselamatan individu
hanya dimungkinkan dalam keselamatan kelompok atau masyarakat. Sintesis abad XX
: pertama , abad XX menjembatani hukum kodrat dan hukum positif yaitu dengan
menjadikan hak-hak kodrat sebagai hak-hak hukum posistif ( positive legal
rights); kedua mengawinkan penekanan pada individu (yang sifatnya otonom
dan memiliki kebebasan) dengan penekanan (sosialisme) pada kelompok
serta penekanan kesejahteraan sosial dan ekonomi untuk semua, mengawinkan
pandangan pemerintah sebagai ancaman bagi kebebasan dengan pandangan terhadap
pemerintah sebagai alat yang dibutuhkan untuk memejukan kesejahteraan bersama.
Salah satu aspek dari sintesis ini adalah pandangan atas hak kebebasan dan
persamaan : kalau abad XVIII lebih mengedepankan hak atas kebebasan, dan abad
XIX lebih mengedepankan pada asas persamaan sehingga hak atas persamaan berada
di atas hak atas kebebasan, maka bad XX
menerima kedua hak tersebut (hak atas kebebasan dan persamaan) sebagai
hak dasar (basic rights). Dalam konteks ini, abad XVII merupakan titik
awal atau peletak dasar dari konsep tentang hak karena sebelumnya (abad XVI)
yang mengedepan adalah kewajiban. Mengedepannya konsep kewajiban pada abad XVI
karena dibutuhkan untuk membatasi kekuasaan hawa nafsu.
Konsep hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia telah
dirumuskan dalam Undang – Undang
Dasar 1945. Perumusannya belum diilhami oleh The
Universal Declaration of Human Rights karena
terbentuknya lebih awal. Dengan demikian rumusan HAM dalam UUD’45 merupakan
pikiran-pikiran yang didasarkan kepada latar belakang tradisi budaya kehidupan
masyarakat Indonesia sendiri. Perkembangan
konsep hak asasi manusia di dunia internasional secara umum dibedakan dalam
tiga generasi yaitu generasi I dengan penekanan hak sipil dan politik, generasi
II dengan penekanan hak sosial ekonomi dan budaya serta generasi ketiga yang
melahirkan hak pembangunan.
a. Konsepsi hak asasi manusia Hak-hak Sipil dan Politik (Generasi I)
1.
Hak-hak bidang sipil mencakup,
antara lain :
·
Hak untuk menentukan nasib
sendiri
·
Hak untuk hidup
·
Hak untuk tidak dihukum mati
·
Hak untuk tidak disiksa
·
Hak untuk tidak ditahan
sewenang-wenang
·
Hak atas peradilan yang adil
2.
Hak-hak bidang politik, antara
lain :
·
Hak untuk menyampaikan pendapat
·
Hak untuk berkumpul dan
berserikat
·
Hak untuk mendapat persamaan
perlakuan di depan hukum
·
Hak untuk memilih dan dipilih
b. Hak-hak Sosial, Ekonomi dan Budaya (Generasi II)
1.
Hak-hak bidang sosial dan
ekonomi, antara lain :
·
Hak untuk bekerja
·
Hak untuk mendapat upah yang
sama
·
Hak untuk tidak dipaksa bekerja
·
Hak untuk cuti
·
Hak atas makanan
·
Hak atas perumahan
·
Hak atas kesehatan
·
Hak atas pendidikan
2.
Hak-hak bidang budaya, antara
lain :
·
Hak untuk berpartisipasi dalam
kegiatan kebudayaan
·
Hak untuk menikmati kemajuan
ilmu pengetahuan
·
Hak untuk memperoleh
perlindungan atas hasil karya cipta (hak cipta)
c. Hak Pembangunan (Generasi III)
Hak-hak bidang pembangunan, antara lain :
·
Hak untuk memperoleh lingkungan
hidup yang sehat
·
Hak untuk memperoleh perumahan
yang layak
·
Hak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang memadai
Berbeda dengan pendapat Jimly
Asshiddiqie yang membedakan perkembangan konsep hak asasi manusia dalam lima
generasi. Jimly Asshiddiqie menyebut Generasi I dan II sebagai generasi II,
sedangkan generasi I mulai ditandatanganinya Piagam PBB sampai dengan tahun
1966. Generasi Pertama, dimulai dari persitiwa penandatanganan naskah Universal Declaration of Human
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 setelah
sebelumnya ide-ide perlindungan hak asasi manusia itu tercantum dalam naskah-naskah
bersejarah di beberapa negara, seperti di Inggris dengan Magna Charta dan Bill of Rights, di Amerika
Serikat dengan Declaration of Independence,
dan di Perancis dengan Declaration of Rights of Man
and of the Citizens. Dalam konsepsi generasi pertama ini elemen dasar
konsepsi hak asasi manusia itu mencakup soal prinsip integritas manusia,
kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik. Generasi Kedua, dimulai dari persitiwa penandatanganan International Couvenant on Civil
and Political Rights
dan International Couvenant on Economic,
Sosial and Cultural Rights (Ditetapkan melalui
Resolusi Majelis Umum
2200 A (III) tertanggal 16 Desember 1966) Generasi Ketiga, tahun 1986, muncul konsepsi baru hak asasi manusia yaitu
mencakup pengertian mengenai hak untuk pembangunan atau rights to development. Hak
atas atau untuk pembangunan ini mencakup persamaan hak atau kesempatan untuk
maju yang berlaku bagi segala bangsa, dan termasuk hak setiap orang yang hidup
sebagai bagian dari kehidupan bangsa tersebut. Hak untuk atau atas pembangunan
ini antara lain meliputi hak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, dan
hak untuk menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut, menikmati hasil-hasil
dari perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan, pendidikan, kesehatan,
distribusi pendapatan, kesempatan kerja, dan lain-lain sebagainya. Generasi I, II, dan III pada pokoknya mempunyai karakteristik dalam konteks
hubungan kekuasaan yang bersifat vertikal, antara rakyat dan pemerintahan
dalam suatu negara. Setiap pelanggaran selalu melibatkan peran pemerintah yang
biasa dikategorikan sebagai crime by government yang
termasuk ke dalam pengertian political crime (kejahatan
politik) sebagai lawan dari pengertian crime against government
(kejahatan terhadap kekuasaan resmi). Sasaran perjuangan hak asasi manusia
adalah kekuasaan represif negara terhadap rakyatnya. Generasi Keempat,
mempunyai sifat hubungan kekuasaan dalam konsepsi yang bersifat horizontal. Hal
ini dipengaruhi adanya fenomena : Pertama,
fenomena konglomerasi berbagai perusahaan berskala besar dalam suatu negara
yang kemudian berkembang menjadi Multi National Corporations (MNC’s) atau disebut juga Trans-National Corporations (TNC’s) dimana-mana di dunia. Hubungan
kekuasaan yang dipersoalkan dalam hal ini adalah antara produsen dan konsumen. Kedua, memunculkan fenomena Nations without State,
seperti bangsa Kurdi yang tersebar di berbagai negara Turki dan Irak; bangsa
Cina Nasionalis yang tersebar dalam jumlah yang sangat besar di hampir semua
negara di dunia; bangsa Persia (Iran), Irak, dan Bosnia. Ketiga,
fenomena berkembangnya suatu lapisan sosial tertentu dalam setiap masyarakat
di negara-negara yang terlibat aktif dalam pergaulan internasional, yaitu
kelompok orang yang dapat disebut sebagai global citizens,
dikalangan diplomat dan pekerja atau pengusaha asing. Sebagai contoh, di setiap
negara, terdapat apa yang disebut dengan diplomatic shop yang
bebas pajak, yang secara khusus melayani kebutuhan para diplomat untuk berbelanja.
Keempat, fenomena berkembangnya corporate federalism
sebagai sistem yang mengatur prinsip representasi politik atas dasar
pertimbangan-pertimbangan ras tertentu ataupun pengelompokan kultural
penduduk. Pembagian kelompok English speaking community
dan French speaking community
di Kanada, kelompok Dutch speaking community
dan German speaking community
di Belgia, dan prinsip representasi politik suku-suku tertentu dalam kamar
parlemen di Austria, dapat disebut sebagai corporate federalism dalam
arti luas. Kelompok-kelompok etnis dan kultural tersebut diperlakukan sebagai
suatu entitas hukum tersendiri yang mempunyai hak politik yang bersifat otonom
dan karena itu berhak atas representasi yang demokratis dalam institusi
parlemen. Generasi kelima dengan ciri
pokok yang terletak dalam pemahaman mengenai struktur hubungan kekuasaan yang
bersifat horizontal antara produsen yang memiliki segala potensi dan peluang
untuk melakukan tindakan-tindakan sewenang-wenang terhadap pihak konsumen yang
mungkin diperlakukan sewenang-wenang dan tidak adil.
Ketentuan hukum internasional berkaitan dengan HAM
1. The Universal Declaration of Human Rights
The Universal Declaration of Human Rights (selanjutnya disingkat dengan Piagam PBB) Ditetapkan oleh
Majelis Umum dalam Resolusi 217 A (III) tertanggal 10 Desember 1948. Piagam PBB
berisi 30 Pasal. Pasal 1 Pigam PBB, yaitu Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama.
Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu dengan
yang lain dalam semangat persaudaraa Pasal ini merupakan dasar filosofi mendefinisikan
asumsi dasar Deklarasi: bahwa hak untuk kebebasan dan persamaan merupakan hak
yang diperoleh manusia sejak lahir dan tidak dapat dicabut darinya; dan karena
manusia merupakan makhluk rasional dan bermoral, ia berbeda dengan makhluk
lainnya di bumi, dan karenanya berhak untuk mendapatkan hak dan kebebasan
tertentu yang tidak dinikmati makhluk lain.
Pasal 2 Piagam PBB, merupakan prinsip dasar dari
persamaan dan nondiskriminasi. yaitu : Setiap orang berhak atas semua
hak dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini tanpa pembedaan dalam
bentuk apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
keyakinan politik atau keyakinan lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak
milik, kelahiran atau status lainnya. Selanjutnya, pembedaan tidak dapat
dilakukan atas dasar status politik, hukum atau status internasional negara
atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik dari negara merdeka, wilayah
perwalian, wilayah tanpa pemerintahan sendiri, atau wilayah yang berada di
bawah batas kedaulatan lainnya
Pasal 3 Piagam PBB, yaitu “Everyone has the right to
life, liberty and security of person”. (Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan keamanan pribadi). Pasal ini merupakan tonggak pertama Deklarasi menyatakan hak untuk
hidup, kebebasan dan keamanan seseorang suatu hak yang esensial untuk pemenuhan
hak-hak lainnya.
Pasal 4 – 21 Piagam PBB merupakan prinsip dan jaminan
atas hak – hak sipil dan politik, yang selanjutnya dijabarkan dalam International Couvenant on Civil
and Political Rights (Kovenan hak sipil
dan politik). Adapun isi dari Pasal 4 – 21 Piagam PBB, adalah :
1.
kebebasan dari perbudakan dan
perhambaan (Pasal 4 ).
2.
kebebasan dari penyiksaan dan
perlakuan atau hukuman yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan
martabat(Pasal 5).
3.
hak untuk diakui sebagai pribadi
di depan hukum di manapun (Pasal 6,7).
4.
hak untuk mendapatkan upaya
pemulihan yang efektif melalui peradilan (Pasal
8).
5.
kebebasan dari penangkapan,
penahanan atau pengasingan sewenang-wenang (Pasal 9).
6.
hak untuk mendapatkan
pemeriksaan yang adil dan peradilan yang terbuka oleh pengadilan yang
independen dan tidak berpihak (Pasal
10).
7.
hak untuk dianggap tidak
bersalah sampai dibuktikan kesalahannya (Pasal 11 ).
8.
kebebasan dari intervensi yang
sewenang-wenang atas kebebasan pribadi, keluarga, rumah atau surat menyurat
(Pasal 12 ).
9.
kebebasan untuk bergerak dan
bertempat tinggal (Pasal 13 ).
10.
hak atas suaka (Pasal 14).
11.
hak atas kewarganegaraan
(Pasal 15).
12.
hak untuk menikah dan
mendirikan keluarga (Pasal 16 ).
13.
hak untuk memiliki harta benda
(Pasal 17).
14.
kebebasan untuk berpikir,
berkeyakinan dan beragama (Pasal 18).
15.
kebebasan berpendapat dan
menyatakan pendapat (Pasal 19).
16.
hak untuk berkumpul dan
berserikat secara damai (Pasal 20).
17.
hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan negaranya dan mendapatkan akses yang sama ke pelayanan publik di
negaranya (Pasal 21).
Selanjutnya
ketentuan Pasal 22 - 27 Piagam PBB merupakan jaminan atas hak – hak sosial
ekonomi dan budaya, yang selanjutnya dijabarkan dalam International Couvenant on
Sosial, Economic and Cultural Rights (Kovenan hak sosial, ekonomi dan budaya). Adapun isi dari Pasal 22 -
27 Piagam PBB, adalah :
1.
hak atas jaminan sosial (Pasal
22).
2.
hak untuk bekerja (Pasal 23).
3.
hak untuk mendapatkan
pendapatan yang sama untuk pekerjaan yang sama (Pasal 23).
4.
hak untuk beristirahat dan
bertamasya (Pasal 24).
5.
hak atas standar kehidupan yang
memadai untuk kesehatan dan kehidupan (Pasal 25 ).
6.
hak atas pendidikan (Pasal 26).
7.
hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan budaya suatu masyarakat (Pasal 27).
Selanjutnya
Pasal 28 – 30 Piagam PBB merupakan
rumusan hak dan kewajiban masyarakat internasional, yaitu :
Pasal 28 Pigam PBB, yaitu
Setiap orang berhak atas ketertiban sosial dan
internasional, di mana hak dan kebebasan yang diatur dalam Deklarasi ini dapat
diwujudkan sepenuhnya
Pasal 29 Pigam PBB, yaitu
:
(1) Setiap orang
mempunyai kewajiban kepada masyarakat tempat satu-satunya di mana ia
dimungkinkan untuk mengembangkan pribadinya secara bebas dan penuh
(2) Dalam pelaksanaan
hak dan kebebasannya, setiap orang hanya tunduk pada batasan-batasan yang
ditentukan oleh hukum, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan
terhadap hak dan kebebasan orang lain, dan memenuhi persyaratan-persyaratan
moral, ketertiban umum dan kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat yang
demokratis
(3) Hak dan kebebasan ini dengan jalan apapun tidak dapat
dilaksanakan apabila bertentangan dengan tujuan dan prinsip Perserikatan
Bangsa- Bangsa
Pasal 30 Pigam PBB, yaitu
Tidak ada satu ketentuan pun dalam Deklarasi ini
yang dapat ditafsirkan sebagai memberikan hak pada suatu Negara, kelompok atau
orang, untuk terlibat
dalam aktivitas atau melakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk
menghancurkan hak dan kebebasan apapun yang diatur di dalam Deklarasi ini Pasal 28 –
30 Piagam PBB merupakan rumusan hak dan
kewajiban masyarakat internasional, untuk menjaga ketertiban umum dengan
pelaksanaan hak dan kebebasan yang sesuai dengan hukum.
2.
International
Covenant on Civil and Political Rights.
International
Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
internasional tentang hak sipil dan politik) ditetapkan dan dinyatakan terbuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan
disetujui oleh resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) pada 16 Desember 1966. Kovenan itifikasi Ini diratifikasi Indonesia
melalui Undang-Undang RI No. 12. Tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan internasional tentang hak sipil dan politik) LN Tahun 2005 No.
LN Tahun 2005 No. 119 TLN No. 4558. Kovenan internasional tentang hak sipil dan politik berisi 52 Pasal. Adapun yang berkaitan dengan
rumusan hak sipil dan politik terdapat dalam Pasal 6 – Pasal 27, yaitu :
1.
hak untuk hidup (Pasal 6)
2.
tidak seorang pun dapat
dijadikan obyek penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang keji, tidak
manusiawi atau yang merendahkan martabat (Pasal 7);
3.
tidak seorangpun dapat
diperlakukan sebagai budak; bahwa perbudakan dan perdagangan budak dilarang;
dan tidak seorangpun dapat diperhambakan atau diminta untuk melakukan kerja
paksa (Pasal 8);
4.
tidak seorangpun dapat
ditangkap atau ditahan sewenang-wenang (Pasal 9)
5.
semua orang yang dirampas
kebebasannya harus diperlakukan secara manusiawi (Pasal 10);
6.
tidak seorangpun dapat
dipenjarakan semata-mata atas dasar ketidakmampuan memenuhi kewajiban suatu
kontrak (Pasal 11).
7.
kebebasan bergerak dan memilih
tempat tinggal (Pasal 12)
8.
batasan-batasan yang
diperbolehkan ketika mendeportasi warga negara asing yang secara sah berada
dalam wilayah Negara Pihak (Pasal 13).
9.
kesetaraan setiap orang di depan
pengadilan dan lembaga peradilan dan jaminan dalam proses pengaduan pidana dan
perdata (Pasal 14).
10.
melarang pemberlakuan hukum
pidana yang berlaku surut (Pasal 15);
11.
menegaskan hak setiap orang
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum (Pasal 16);
12.
larangan terhadap pelanggaran
tidak sah dan sewenang-wenang atas kehidupan pribadi, keluarga, rumah atau
korespondensi, dan serangan tidak sah atas kehormatan dan reputasinya (Pasal
17).
13.
hak atas kebebasan berpikir,
berkeyakinan dan beragama (Pasal 18),
14.
kebebasan berpendapat dan
mengeluarkan pikiran (Pasal 19).
15.
perlunya hukum yang melarang
propaganda perang dan upaya-upaya menimbulkan kebencian berdasarkan kebangsaan,
ras atau agama, yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan
atau kekerasan (Pasal 20).
16.
hak berkumpul secara damai
(Pasal 21).
17.
hak untuk berserikat (Pasal 22)
18.
hak bagi laki-laki dan
perempuan pada usia kawin untuk menikah dan membentuk keluarga, dan prinsip
persamaan hak dan kewajiban pasangan yang terikat dalam perkawinan, selama
perkawinan maupun setelah pembubaran perkawinan (Pasal 23).
19.
mengatur upaya-upaya melindungi
hak anak (Pasal 24),
20.
mengakui hak setiap warga
negara untuk berpartisipasi dalam melakukan kegiatan publik, untuk memilih dan
dipilih, dan untuk memiliki akses yang sama ke pelayanan publik di negaranya
(Pasal 25).
21.
setiap orang adalah sama di
depan hukum dan berhak atas perlindungan yang sama di depan hukum (Pasal 26).
22.
mengatur perlindungan terhadap
hak suku bangsa, etnis, gama dan bahasa minoritas yang berdiam di wilayah
Negara Pihak (Pasal 27).
3.
International
Covenant on Sosial, economic and cultural Rights.
International
Covenant on Sosial, economic and cultural Rights
(Kovenan internasional tentang hak sosial, ekonomi dan budaya) ditetapkan dan dinyatakan terbuka untuk
ditandatangani, diratifikasi dan disetujui oleh resolusi Majelis Umum 2200 A
(XXI) pada 16 Desember 1966. Kovenan
itifikasi Ini diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang RI No. 11. Tahun
2005 tentang pengesahan International Covenant on
Sosial, economic and cultural Rights (Kovenan
internasional tentang hak sosial, ekonomi dan budaya) LN Tahun 2005 No. 119 TLN No. 4557. Kovenan internasional tentang hak sipil dan politik berisi 31 Pasal. Adapun yang berkaitan dengan
rumusan hak sipil dan politik terdapat dalam Pasal 6 – Pasal 15, yaitu :
a.
hak untuk bekerja (Pasal 6);
b.
hak untuk menikmati kondisi
kerja yang adil dan baik (Pasal 7);
c.
hak untuk membentuk dan ikut
dalam organisasi perburuhan (Pasal 8);
d.
hak atas jaminan sosial,
termasuk asuransi sosial khususnya para ibu, anak dan orang muda (Pasal 9, 10);
e.
hak untuk mendapat kehidupan
yang layak (Pasal11);
f.
hak untuk menikmati standar
kesehatan fisik dan mental yang tinggi (Pasal 12);
g.
hak atas pendidikan (Pasal 13
dan 14);
h.
hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya (Pasal
15).
Piagam PBB,
Kovenan Hak Sipil dan Politik serta Kovenan hak sosial, ekonomi dan
budaya selanjutnya menjadi dasar pengembangan pemikiran rumusan hak asasi
manusia. Termasuk Indonesia yang telah meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan
Politik dalam UU No. 12 Tahun 2005 dan telah meratifikasi Kovenan hak sosial,
ekonomi dan budaya ke dalam UU No. 11 Tahun 2005. Merupakan kewajiban bagi pemerintah Indonesia
untuk segera mewujudkannya dalam peraturan perundang-undangan karena akibat
hokum ratifikasi suatu perjanjian internasional adalah menjadi bagian dari
hokum nasional yang harus ditaati. Kenyataan masih banyak peraturan
perundang-undangan yang belum sesuai bahkan bertentangan dengan materi Piagam
PBB, Kovenan Hak Sipil dan Politik serta
Kovenan hak sosial, ekonomi dan budaya, contohnya UU No 21 Tahun 2000 tentang
Serikat Pekerja/ Serikat Buruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar